Marah yang terpuji adalah apabila marah itu bersumber dari Allah subhanahu Ta’ala, seperti marah karena Allah terhadap musuh-musuhNya dari golongan Yahudi dan orang-orang sepertinya, baik orang-orang kafir dan munafik. Marah yang terpuji jika motivasinya karena Allah tatkala aturan-aturan Allah dihinakan, marah yang terpuji adalah marah yang bisa dikendalikan oleh pelakunya secara santun. [Adab Ad-Dunnya wa Ad Din hal. 250].

Senin, 28 Januari 2013

Batasan Aurat Wanita menurut 4 Madzhab

Islam sangat menghormati wanita, mereka bagaikan perhiasan berharga yang harus dijaga. maka dalam islam seorang wanita wajib menutupi auratnya. berikut batasan aurat bagi wanita menurut 4 madhzab besar yang ada.... 1.Madzab Hanafi Menurut pendapat yang paling rajih di kalangan ulama Hanafi, aurat mereka adalah di seluruh anggota tubuh hingga sampai rambutnya yang terurai, kecuali muka, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki (pergelangan hingga ujung kaki) , baik bagian luar telapak kaki atau telapak tangan itu maupun bagian dalamnya. Ini pendapat yang mu’tamad karena darurat. Menurut pendapat yang mu’tamad, kedua telapak kaki (pergelangan hingga ujung kaki) bukan termasuk aurat shalat. Tetapi pendapat yang shahih keduanya adalah aurat, baik dilihat ataupun disentuh tetap tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan firman Allah وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “……..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……..” (QS. An-Nuur :31) Tempat perhiasan yang dzahir adalah muka dan telapak tangan sebagaimana hadist Rasulullah SAW dari sahabat Ibnu Mas’ud عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ إِنَّ الْمَرْأَةَ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ “Wanita adalah aurat. Apabila ia keluar, maka setan akan memandang kepadanya”. Wanita remaja dilarang memperlihatkan wajahnya bukan karena wajah itu sebagai aurat, tetapi untuk mengelak timbulnya fitnah ataua nafsu syahwat. Boleh memandang wajah wanita karena keperluan syar’I, seperti keperluan sebagai qadhi, saksi atau pembuktian kepadanya. Begitu juga ketika ingin meminang wanita sekalipun timbul nafsu syahwat. Tetapi, hal itu harus dilakukan semata-mata untuk menunaikan sunnah nabi bukan untuk memuaskan nafsu syahwat. Aurat budak wanita sama seperti dengan aurat lelaki ditambah bagian punggung, perut dan bagian sisi lambungnya. Berdasar atsar Umar yang artinya “Hulurkanlah kain tudung kepala wahai hamba wanita, apakah kamu menyerupai wanita-wanita merdeka? 2. Madzab Maliki Aurat berat (mughaladzah) bagi wanita adalah seluruh badan kecuali dada, tepi kepala, kedua belah tangan dan kedua belah kaki. Adapun punggung yang searah dengan dada maka hukumnya sama dengan dada. Dalam keadaan shalat jika terbuka aurat mukhaffafahnya yaitu dada, atau sebagian darinya, atau bagian luar telapak kaki bukan bagian dalamnya maka shalatnya harus diulangi. Seluruh tubuh wanita wajib ditutup ketika berada di hadapan lelaki asing kecuali bagian wajah dan kedua telapak tangan. Meskipun wajah dan telapak tangan bukanlah aurat tetapi wajib juga ditutup supaya tidak menimbulkan fitnah. Dari uraian tadi aurat wanita dalam shalat terdiri 2 yaitu aurat berat (mugholadzoh) dan aurat ringan (mukhaffafah). Aurat berat wanita adalah seluruh tubuh kecuali kaki, tangan, dada dan punggung yang searah dengan dada. Aurat ringan terdiri dari seluruh tubuhnya kecuali muka dan kedua belah tapak tangannya. Melihat aurat ketika terbuka hukumnya haram, sekalipun tidak menimbulkan syahwat. Tetapi melihatnya ketika tertutup, hukumnya boleh. Kecuali dengan cara mengintip dari sebelah atas penutupnya, maka hukumnya tidak boleh. Aurat wanita ketika berada di hadapan lelaki asing adalah seluruh badan kecuali muka dan kedua telapak tangan. Ketika di hadapan mahram adalah seluruh tubuh kecuali muka, leher, kepala, kedua belah tangan dan kedua belah kaki. Tetapi jika dikhawatirkan menimbulkan syahwat maka hukumnya haram. Untuk sesama wanita, mereka boleh dilihat selain yang berada di antara pusar dan lutut. Dalam kitab Kifayaat al-Thalib, Abu Hasan al-Malikiy menyatakan. “Aurat wanita merdeka adalah seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan….” Aurat budak wanita sama dengan aurat lelaki. Yaitu antara pusar dan lutut. 3. Madzab Syafi’i Aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan kedua telapak tangan, baik telapak tangan bagian belakang atau bagian dalam yang meliputi ujung jari hingga ke pergelangan tangan. Berdasar firman Allah SWT وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “……..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……..” (QS. An-Nuur :31) Ibnu Abbas dan Aisyah Ra berkata bahwa yang dimaksud dzahir adalah muka dan kedua telapak tangan. Karena Nabi Muhammad SAW melarang perempuan yang berihram (haji atau umrah) memakai sarung tangan. Jika muka dianggap sebagai aurat, mestinya tidak diharamkan menutupnya semasa berihram. Muka dan kedua telapak tangan tidak dianggap aurat karena sangat dibutuhkan untuk keperluan jual beli, keperluan mengambil dan memberi sesuatu maka ia tidak dimasukkan sebagai aurat. Aurat perempuan selain waktu shalat, yaitu ketika di hadapan lelaki asing adalah seluruh badannya. Sedang di hadapan wanita kafir auratnya adalah seluruh tubuhnya kecuali anggota yang perlu dibuka untuk keperluan kerja dan menunaikan hajat. Adapun jika di hadapan wanita islam dan lelaki mahram, auratnya adalah anggota badan di antara pusar dan lututnya. Dalil yang digunakan seluruh ulama tentang kewajiban menutup aurat dan larangan wanita melihat aurat wanita yang lain adalah hadist riwayat Abu Sa’id Al-Khudri, “Lelaki tidak boleh memandang aurat lelaki lain dan perempuan tidak boleh memandang aurat perempuan yang lain, dan lelaki tidak boleh tidur bersama lelaki lain dalam satu pakaian dan perempuan tidak boleh tidur bersama-sama dengan perempuan lain dalam satu pakaian.” (HR. Muslim) Imam al-Syairaziy berkata ; “Hadist yang diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudriy, bahwasannya Nabi SAW bersabda, “Aurat lelaki antara pusar dan lutut. Sedangkan aurat wanita adalah seluruh badannya kecuali muka dan kedua telapak tangan.” Imam Syafi’I berkata; “….aurat wanita adalah seluruh tubuhnya, kecuali muka dan kedua telapak tangan.” Imam Syarbiniy menyatakan ; “….sedangkan aurat wanita adalah seluruh tubuh selain wajah dan kedua telapak tangan…” Juga dilarang untuk telanjang di tempat yang sepi. Berdasar hadist Nabi riwayat Ibnu Umar إياكم والتعري فإن معكم من لا يفرقكم إلا عند الغائط وحين عند يفقضى الرجل إلى أهله فاستحيو هم و أكرمهم “Janganlah kamu bertelanjang. Sesungguhnya bersama-sama kamu ada malaikat yang tidak berpisah dari kamu, kecuali ketika kamu buang air dan ketika seorang lelaki berhubungan badan dengan istrinya. Maka, malulah kepada mereka dan hormatilah mereka.” Imam Bukhari menambahkan bahwa bertelanjang ketika mandi hukumnya boleh. Aurat budak wanita sama dengan aurat lelaki. Yaitu antara pusar dan lutut. 4. Madzab Hambali Aurat wanita menurut Hanabilah adalah seluruh tubuh kecuali muka. Tetapi menurut pendapat yang rajih di kalangan ulama, kedua telapak tangan juga tidak termasuk aurat. Berdasar firman Allah SWT, وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا “……..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya……..” (QS. An-Nuur :31) Wanita tidak boleh membuka selain muka dan kedua telapak tangan sewaktu shalat. Dalil yang digunakan sama dengan yang dipakai dalam madzab Syafi’iyah. Dalil yang mewajibkan menutup kedua telapak kaki adalah hadist riwayat Ummu Salamah yang artinya, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah perempuan memakai baju dan tudung tanpa sarung?’ Nabi menjawab, “ Ya, jika memang bajunya panjang, maka tutuplah bagian punggung tapak kakinya.” Hadist ini menunjukkan wajibnya menutup kedua belah tapak kaki, karena ia termasuk bagian tubuh yang tidak boleh dibuka semasa ihram. Baik haji atau umrah. Maka ia tidak boleh dibuka ketika shalat. Wanita sudah cukup menggunakan pakaian yang dapat menutupi bagian yang wajib saja. Berdasar hadist Ummu Salamah tadi. Tetapi ketika shalat, mereka disunnahkan memakai baju yang lebar dan panjang yang dapat menutup kedua telapak kakinya dan juga tudung kepala dan leher, serta menggunakan selendang yang diselimutkan ke atas baju yang dipakai. Tidak diwajibkan menutup aurat dengan tikar, tanah, air keruh atau lumpur yang berada dalam parit. Karena menjadikan benda-benda tadi sebagai penutup aurat tidak berdasar dalil yang kuat. Jika ketika shalat terbuka sebagian kecil aurat, maka shalatnya tidak batal. Jika yang terbuka adalah sebagian besar dari aurat dan itu berlangsung dalam masa yang panjang atau sengaja dibuka, maka shalatnya batal. Untuk penentuan besar kecilnya aurat yang terbuka adalah menurut kebiasaan. Aurat wanita di hadapan lelaki mahram adalah seluruh tubuhnya kecuali muka leher, kedua belah tangan, telapak kaki dan betis. Aurat wanita muslimah di hadapan wanita kafir menurut Hanabilah sama seperti di hadapan lelaki mahram, yaitu bagian di antara pusar dan lutut. Sedang menurut jumhur, auratnya adalah seluruh tubuh kecuali yang biasa terbuka ketika melakukan pekerjaan rumah. Ibnu Qudamah menyatakan bahwa; “ Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang wanita boleh membuka wajah dan mereka juga sepakat’ seorang wanita mesti mengenakan kerudung yang menutupi kepalanya. Jika seorang wanita shalat, sedangkan kepalanya terbuka, maka ia wajib mengulangi shalatnya….Imam Malik, Auza’iy dan Syafi’iy berpendirian; seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali muka dan kedua telapak tangan. Selain keduanya (muka dan telapak tangan) wajib untuk ditutup ketika hendak mengerjakan shalat……” Perbedaan ini disebabkan perbedaan penafsiran ayat Al-Quran surat An-Nuur وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَ ........أَوْ نِسَائِهِنَّ “……..dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka,…….. atau para perempuan mereka” (QS. An-Nuur :31) Menurut pendapat Hanabilah, kata ganti hinna (mereka) mencakup seluruh wanita baik muslimah atau kafir. Sedangkan menurut jumhur, makna hinna adalah khusus untuk wanita muslimah saja. Aurat budak wanita sama dengan aurat lelaki. Yaitu antara pusar dan lutut. referensi At-Thobari, Jarir, 2001, Jami’ul Bayan ‘an Ta’wilil Quran, Beirut : Darul Fikr. Ibnu Majah, 1997, Sunan Ibnu Majah, Riyadh : Dar Ma’arif. ‘Umum-Ghilah, 1994, Mausu’ah Fiqhiyah juz 31, Kuwait : Darus Shofwah. Zuhaily, DR Wahbah, 2007, Fiqh Islam Wa Adilatuhu juz 1, Damaskus : Darul Fikr. Qudamah, Ibnu, 1990, Al-Mughniy juz 7, Kairo : Hajar. Syafi’I,Imam,1994, Al-Umm, Beirut : Dar Ma’rifah. Ash-Sharbiniy, Imam, 2009, Mughniy Al-Muhtaj juz 3, Beirut : Dar Kutub.

Selengkapnya...

Sabtu, 26 Januari 2013

Aids by Ummu Silma

Acquired Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi (atau: sindrom) yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV; atau infeksi virus-virus lain yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain). Virusnya sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (atau disingkat HIV) yaitu virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Orang yang terkena virus ini akan menjadi rentan terhadap infeksi oportunistik ataupun mudah terkena tumor. Meskipun penanganan yang telah ada dapat memperlambat laju perkembangan virus, namun penyakit ini belum benar-benar bisa disembuhkan. HIV dan virus-virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. Para ilmuwan umumnya berpendapat bahwa AIDS berasal dari Afrika Sub-Sahara. Kini AIDS telah menjadi wabah penyakit. AIDS diperkiraan telah menginfeksi 38,6 juta orang di seluruh dunia. Pada Januari 2006, UNAIDS bekerja sama dengan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah menyebabkan kematian lebih dari 25 juta orang sejak pertama kali diakui pada tanggal 5 Juni 1981. Dengan demikian, penyakit ini merupakan salah satu wabah paling mematikan dalam sejarah. AIDS diklaim telah menyebabkan kematian sebanyak 2,4 hingga 3,3 juta jiwa pada tahun 2005 saja, dan lebih dari 570.000 jiwa di antaranya adalah anak-anak. Sepertiga dari jumlah kematian ini terjadi di Afrika Sub-Sahara, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi dan menghancurkan kekuatan sumber daya manusia di sana. Perawatan antiretrovirus sesungguhnya dapat mengurangi tingkat kematian dan parahnya infeksi HIV, namun akses terhadap pengobatan tersebut tidak tersedia di semua negara. Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan penderita penyakit mematikan lainnya. Terkadang hukuman sosial tersebut juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA). Gejala dan komplikasi Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien. Penyebab AIDS merupakan bentuk terparah atas akibat infeksi HIV. HIV adalah retrovirus yang biasanya menyerang organ-organ vital sistem kekebalan manusia, seperti sel T CD4+ (sejenis sel T), makrofag, dan sel dendritik. HIV merusak sel T CD4+ secara langsung dan tidak langsung, padahal sel T CD4+ dibutuhkan agar sistem kekebalan tubuh dapat berfungsi baik. Bila HIV telah membunuh sel T CD4+ hingga jumlahnya menyusut hingga kurang dari 200 per mikroliter (µL) darah, maka kekebalan di tingkat sel akan hilang, dan akibatnya ialah kondisi yang disebut AIDS. Infeksi akut HIV akan berlanjut menjadi infeksi laten klinis, kemudian timbul gejala infeksi HIV awal, dan akhirnya AIDS; yang diidentifikasi dengan memeriksa jumlah sel T CD4+ di dalam darah serta adanya infeksi tertentu. Tanpa terapi antiretrovirus, rata-rata lamanya perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS ialah sembilan sampai sepuluh tahun, dan rata-rata waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju perkembangan penyakit ini pada setiap orang sangat bervariasi, yaitu dari dua minggu sampai 20 tahun. Banyak faktor yang mempengaruhinya, diantaranya ialah kekuatan tubuh untuk bertahan melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang yang terinfeksi. Orang tua umumnya memiliki kekebalan yang lebih lemah daripada orang yang lebih muda, sehingga lebih beresiko mengalami perkembangan penyakit yang pesat. Akses yang kurang terhadap perawatan kesehatan dan adanya infeksi lainnya seperti tuberkulosis, juga dapat mempercepat perkembangan penyakit ini. Warisan genetik orang yang terinfeksi juga memainkan peran penting. Sejumlah orang kebal secara alami terhadap beberapa varian HIV. HIV memiliki beberapa variasi genetik dan berbagai bentuk yang berbeda, yang akan menyebabkan laju perkembangan penyakit klinis yang berbeda-beda pula. Terapi antiretrovirus yang sangat aktif akan dapat memperpanjang rata-rata waktu berkembangannya AIDS, serta rata-rata waktu kemampuan penderita bertahan hidup. Penularan seksual Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV. Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. Penelitian epidemiologis dari Afrika Sub-Sahara, Eropa, dan Amerika Utara menunjukkan bahwa terdapat sekitar empat kali lebih besar resiko terinfeksi AIDS akibat adanya borok alat kelamin seperti yang disebabkan oleh sifilis dan/atau chancroid. Resiko tersebut juga meningkat secara nyata, walaupun lebih kecil, oleh adanya penyakit menular seksual seperti kencing nanah, infeksi chlamydia, dan trikomoniasis yang menyebabkan pengumpulan lokal limfosit dan makrofag. Transmisi HIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. Orang yang terinfeksi dengan HIV masih dapat terinfeksi jenis virus lain yang lebih mematikan. Kontaminasi patogen melalui darah Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh. Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi. WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman. Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularan HIV melalui fasilitas kesehatan. Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi". Penularan masa perinatal Transmisi HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%. Lebih Jauh dengan HIV/AIDS dan Penanggulanggannya Sampai kini, mendengar kata HIV/AIDS seperti momok yang mengerikan. Padahal jika dipahami secara logis, HIV/AIDS bisa dengan mudah dihindari. Bagaimana itu? Prevalensi HIV/AIDS di Indonesia telah bergerak dengan laju yang sangat mengkhawatirkan. Pada tahun 1987, kasus HIV/AIDS ditemukan untuk pertama kalinya hanya di Pulau Bali. Sementara sekarang (2007), hampir semua provinsi di Indonesia sudah ditemukan kasus HIV/AIDS. Permasalahan HIV/AIDS telah sejak lama menjadi isu bersama yang terus menyedot perhatian berbagai kalangan, terutama sektor kesehatan. Namun sesungguhnya masih banyak informasi dan pemahaman tentang permasalahan kesehatan ini yang masih belum diketahui lebih jauh oleh masyarakat. HIV adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat dalam cairan tubuh seseorang seperti darah, cairan kelamin (air mani atau cairan vagina yang telah terinfeksi) dan air susu ibu yang telah terinfeksi. Sedangkan AIDS adalah sindrom menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh HIV. Orang yang mengidap AIDS amat mudah tertular oleh berbagai macam penyakit karena sistem kekebalan tubuh penderita telah menurun.HIV dapat menular ke orang lain melalui : • Hubungan seksual (anal, oral, vaginal) yang tidak terlindungi (tanpa kondom) dengan orang yang telah terinfeksi HIV. • Jarum suntik/tindik/tato yang tidak steril dan dipakai bergantian • Mendapatkan transfusi darah yang mengandung virus HIV • Ibu penderita HIV Positif kepada bayinya ketika dalam kandungan, saat melahirkan atau melalui air susu ibu (ASI) Penularan HIV tidak ditularkan melalui hubungan sosial yang biasa seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA (Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah, ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS. Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun, seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV, namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu, AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-tanda klinis penderita AIDS : 1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan 2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan 3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan 4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis 5. Dimensia/HIV ensefalopati Gejala minor : 1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan 2. Dermatitis generalisata yang gatal 3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang 4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu : 1. Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan kondom 2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-sama 3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik 4. Bayi yang ibunya positif HIV HIV dapat dicegah dengan memutus rantai penularan, yaitu ; menggunakan kondom pada setiap hubungan seks berisiko,tidak menggunakan jarum suntik secara bersam-sama, dan sedapat mungkin tidak memberi ASI pada anak bila ibu positif HIV. Sampai saat ini belum ada obat yang dapat mengobati AIDS, tetapi yang ada adalah obat untuk menekan perkembangan virus HIV sehingga kualitas hidup ODHA tersebut meningkat. Obat ini harus diminum sepanjang hidup. Skrining Dengan Teknologi Modern Sebagian besar test HIV adalah test antibodi yang mengukur antibodi yang dibuat tubuh untuk melawan HIV. Ia memerlukan waktu bagi sistim imun untuk memproduksi antibodi yang cukup untuk dideteksi oleh test antibodi. Periode waktu ini dapat bervariasi antara satu orang dengan orang lainnya. Periode ini biasa diseput sebagai ‘periode jendela’. Sebagian besar orang akan mengembangkan antibodi yang dapat dideteksi dalam waktu 2 sampai 8 minggu. Bagaimanapun, terdapat kemungkinan bahwa beberapa individu akan memerlukan waktu lebih lama untuk mengembangkan antibodi yang dapat terdeteksi. Maka, jika test HIV awal negatif dilakukan dalam waktu 3 bulan setelah kemungkinan pemaparan kuman, test ulang harus dilakukan sekitar 3 bulan kemudian, untuk menghindari kemungkinan hasil negatif palsu. 97% manusia akan mengembangkan antibodi pada 3 bulan pertama setelah infeksi HIV terjadi. Pada kasus yang sangat langka, akan diperlukan 6 bulan untuk mengembangkan antibodi terhadap HIV. Tipe test yang lain adalah test RNA, yang dapat mendeteksi HIV secara langsung. Waktu antara infeksi HIV dan deteksi RNA adalah antara 9-11 hari. Test ini, yang lebih mahal dan digunakan lebih jarang daripada test antibodi, telah digunakan di beberapa daerah di Amerika Serikat. Dalam sebagian besar kasus, EIA (enzyme immunoassay) digunakan pada sampel darah yang diambil dari vena, adalah test skrining yang paling umum untuk mendeteksi antibodi HIV. EIA positif (reaktif) harus digunakan dengan test konformasi seperti Western Blot untuk memastikan diagnosis positif. Ada beberapa tipe test EIA yang menggunakan cairan tubuh lainnya untuk menemukan antibodi HIV. Mereka adalah • Test Cairan Oral. Menggunakan cairan oral (bukan saliva) yang dikumpulkan dari mulut menggunakan alat khusus. Ini adalah test antibodi EIA yang serupa dengan test darah dengan EIA. Test konformasi dengan metode Western Blot dilakukan dengan sampel yang sama. • Test Urine. Menggunakan urine, bukan darah. Sensitivitas dan spesifitas dari test ini adalah tidak sebaik test darah dan cairan oral. Ia juga memerlukan test konformasi dengan metode Western Blot dengan sampel urine yang sama. Jika seorang pasien mendapatkan hasil HIV positif, itu tidak berarti bahwa pasangan hidup dia juga positif. HIV tidak harus ditransmisikan setiap kali terjadi hubungan seksual. Satu-satunya cara untuk mengetahui apakah pasangan hidup pasien tersebut mendapat HIV positif atau tidak adalah dengan melakukan test HIV terhadapnya.Test HIV selama kehamilan adalah penting, sebab terapi anti-viral dapat meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan kemungkinan dari wanita hamil yang HIV positif untuk menularkan HIV pada anaknya pada sebelum, selama, atau sesudah kelahiran. Terapi sebaiknya dimulai seawal mungkin pada masa kehamilan. Di Indonesia, rumah sakit besar di ibu kota provinsi telah menyediakan fasilitas untuk test HIV/AIDS. Di Jakarta, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Rumah sakit lain juga sudah memiliki fasilitas untuk itu. Di Bandung, RS Hasan Sadikin juga sudah memiliki fasilitas yang sama. Dari berbagai Sumber

Selengkapnya...